GANGGUAN EMOSI DAN PRILAKU (AGRESIF,DEFRESI TANTRUM),GANGGUAN SPEKTRUM AUTISME (AUSTIC,SINDROM ASPERGER)

MAKALAH
GANGGUAN EMOSI DAN PRILAKU (AGRESIF,DEFRESI
TANTRUM),GANGGUAN SPEKTRUM AUTISME (AUSTIC,SINDROM
ASPERGER)

Mita Nisari :209220064
5 juli 2025

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa prasekolah adalah waktu peralihan antara masa bayi dan masa anak sekolah 
(Suryanah, 2016). Anak prasekolah adalah anak berusia 3-6 tahun yang belum menempuh 
sekolah dasar (Wong dkk, 2009). Teori Piaget mengemukakan bahwa anak usia 
prasekolah berada pada fase palihan antara preconceptual dan intuitive thought. Fase 
preconceptual anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang 
mempunyai ciri yang sama, sedangkan pada fase intuitive thought anak sudah bisa 
memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya. Menurut data Kemenkes RI (2016) 
populasi anak usia 1-4 tahun di Indonesia mencapai sekitar 19,3 juta. Jumlah tersebut 
meliputi anak usia balita 1-4 tahun yang Indonesia. Temper tantrum merupakan luapan 
emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. 
Kejadian ini sering kali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 5 tahun. Temper 
tantrum terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang melimpah (Hasan, 2011). 
Gangguan emosi pada anak usia prasekolah di tandai dengan anak tampak mudah 
marah,gampang berteriak, bila marah sering histeris, melempar benda yang di pegang.
Penampilan fisik lainnya adalah meninju, membanting pintu, mengkritik,merengaek, 
memaki, menyumpah, memukul kakak/adik atau temannya,mengkritik diri sendiri, 
memecahkan barang dengan sengaja. Gangguan emosi biasanya disertai dengan sikap 
agresif (temper tantrum) (Habibi,2015).
Menurut Wahyuningrum (2010) dalam penelitiannya perilaku temper tantrum pada 
anak usia dini ditinjau dari teori ekologi Brofenbrenner (sebuah studi kasus) menunjukkan 
perilaku temper tantrum yang dialami oleh subjek semakin meningkat, semenjak ia 
memiliki adik.Perilaku tantrum yang terjadi pada anak usia prasekolah sering terjadi
disertai dengan beberapa tingkah laku seperti menangis dengan keras,melempar barang, 
memukul, menendang, menjerit, berguling-guling dilantai, dan bahkan ada pula yang 
diiringi dengan muntah dan buang air kecil di celana (Izzaty, 2017). Perilaku tantrum 
merupakan suatu perilaku yang umum dan normal yang terjadi pada anak. 
Gangguan emosi dan perilaku pada anak seringkali tidak dikenali sejak dini, sehingga 
berdampak jangka panjang terhadap perkembangan mental dan sosial mereka. Perilaku 
agresif, misalnya, dapat menyebabkan anak kesulitan dalam berinteraksi dengan 
lingkungan sekitar. Depresi yang muncul pada usia dini juga dapat menjadi indikator awal 
gangguan psikologis yang lebih serius di masa mendatang. Sementara itu, tantrum yang 
terjadi secara berlebihan dan berkepanjangan bisa menjadi tanda adanya masalah regulasi
emosi. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap gangguan-gangguan tersebut
menyebabkan stigma dan penanganan yang kurang tepat. Oleh karena itu, penting untuk
membahas dan memahami lebih dalam mengenai gangguan emosi dan perilaku, serta
gangguan spektrum autisme, guna meningkatkan kesadaran dan intervensi dini yang
efektif demi tumbuh kembang anak yang optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Gangguan Emosi dan Prilaku ?
2. Bagaimana Gangguan Spektrum Autisme ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Gangguan Emosi dan Prilaku
2. Untuk mengetahui Gangguan Spektrum Autisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian gangguan emosi dan prilaku
 Gangguan Emosional atau Perilaku (EBD) mengacu pada suatu kondisi di mana
tanggapan perilaku atau emotional seorang individu di sekolah sangat berbeda dari
norma-norma pria/wanita yang umumnya diterima, sesuai dengan usia, etnis, atau
budaya yang mempengaruhi secara berbeda kinerja pendidikan di wilayah seperti
perawatan-diri. hubungan sosial, penyesuaian pribadi, kemajuan akademis, perilaku di
ruang kelas atau penyesuaian terhadap pekerjaan EBD lebih dari respon yang
diharapkan dan bersifat sementara terhadap tekanan pada lingkup anak-anak atau
remaja dan akan bertahan bahkan dengan intervensi individual, seperti umpan balik
kepada individu, konsultasi dengan orang tua atau keluarga, dan / atau modifikasi
pada lingkungan pendidikan Keputusan kelayakan harus didasarkan pada beberapa
sumber data tentang berfungsinya perilaku individu atau emosional. EBD harus
dilampirkan dalam setidaknya dua pengaturan yang berbeda, setidaknya salah satu
yang harus terkait dengan sekolah ...EBD dapat hidup berdampingan dengan kondisi
handicapp lain sebagaimana didefinisikan di tempat lain dalam undang-undang ini
(IDEA) kategori ini bisa termasuk anak-anak atau remaja dengan schizophenia,
gangguan afektif, atau dengan gangguan tingkah laku, perhatian atau penyesuaian
yang berkelanjutan. (Council for Exceptional Children, 1991,hlm.10).
a. Perilaku Agresif
 Agresif menurut Baron adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor: tingkah laku, tujuan
untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu
yang menjadi pelaku dan individu menjadi korban, dan ketidakinginan si korban
menerima tingkah laku si pelaku.
 Istilah agresi atau agresif digunakan untuk menggambarkan perilaku siswa, bentuk
dari luka fisik terhadap makhluk lain yang secara otomatis terdapat di dalam fikiran
Agresif merupakan perilaku serius yang tidak seharusnya dan menimbulkan
konsekuensi yang serius baik untuk siswa maupun untuk orang lain yang ada di
lingkungannya. Salah satu bentuk emosi anak adalah marah yang diekspresikan
melalui agresi. Hal tersebut merupakan tindakan yang biasa dila-kukan oleh anak 
sebagai hasil dari kemarahan atau frustasi. Paparan di atas dapat disimpulkan agresif
merupakan bentuk ekspresi marah yang diwujudkan melalui perilaku yang dilakukan
dengan sengaja untuk menyakiti orang lain dan menimbulkan konsekuensi yang
serius.
b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif
 Anak-anak yang sering mengalami perilaku agresi biasanya mempunyai perilaku
sebagai berikut:
1. Menyakiti/merusak diri sendiri atau orang lain
 Perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak hampir pasti menimbulkan adanya
bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya sendiri ataupun orang lain
2. Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya
 Perilaku agresif, terutama agresi yang keluar pada umumnya juga memiliki sebuah
ciri yaitu tidak diinginkan oleh organisme yang menjadi sasarannya
3. Seringkali merupakan perilaku yang melanggar norma social
4. Perilaku agresif pada umumnya selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma
sosial.
5. Sering mendorong, memukul, atau berkelahi
6. Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu
permainan yang dilakukan teman-temannya
7. Menyerang dalam bentuk verbal seperti; mencaci, mengejek, mengolokolok, berbicara
kotor dengan teman
8. Tingkah laku muncul karena ingin menunjukkan kekuatan kelompok.
 Biasanya melanggar aturan atau norma yang berlaku di sekolah seperti berkelahi,
merusak alat permainan milik teman, dan mengganggu anak lain.
c. Cara Menangani Anak Berperilaku Agresif
 Perilaku anak agresi tentunya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Apabila orang tua
menghiraukan hal ini maka kemungkinan anaknya akan tumbuh menjadi pribadi yang
nakal dan egois. Maka itu, sifat agresi harus diatasi sedini mungkin dengan cara-cara
seperti berikut ini:
1. Menasehati dengan tegas
 Cara pertama untuk mengatasi anak agresif yakni dengan menasehati. Apabila anak
Anda sering marah bahkan membanting barang, cobalah nasehati secara lembut
bahwa perbuatannya itu tidak baik dan dibenci Tuhan. Sampaikanlah hal ini dengan
tegas namun jangan membentak anak berlebihan.
2. Bersikap sabar
 Menasehati anak agresif tidak cukup hanya sekali atau dua kali. Anda harus
melakukannya berkali-kali hingga anak benar-benar memahaminya. Setiap kali anak
mulai berperilaku menyimpang, maka segera katakan "Jangan begitu, perbuatanmu
salah" yang terpenting jangan berikan ia celah untuk melakukan hal-hal yang tidak
baik.
3. Memberi hukuman
 Hukuman cukup penting untuk menghentikan sikap agresif anak. Namun ada
batasan-batasanya. Jangan menghukum anak secara berlebihan (misalnya memuku
anak dengan kayu), tindakan tersebut justru merusak mental anak dan membuat
traumatis. Anda hanya perlu memberikan hukuman ringan. Misalnya memukul
tangannya, mencubit telinganya, atau menyuruh anak untuk berdiri di depan tembok
selama 3 menit
4. .Ajarkan untuk meminta maaf
 Apabila anak tersebut memukul temannya, maka ajarkan kepada in cara meminta
maaf. Berikan pilihan kepada anak, "Apakah ingin dihukum? Ataukah meminta
maaf?" Ajarkan bahwa memukul adalah tindakan keliru. Dipukul itu sakit. Jadi jangan
memukul orang lain.
5. Larangan bermain bersama temannya
 Adakalanya seorang anak bersikap agresif berlebihan. Suka memukul
temantemannya bahkan hobi memerintah. Apabila anak Anda mulai menunjukkan
perilakuperilaku negatif tersebut, Anda harus cepat-cepat menghentikannya. Katakan
padanya bahwa ia tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama masih nakal.
Biarkan saja dia sendirian untuk sementara agar ia mengerti betapa berartinya seorang
kawan.
6. Ajaklah berbicara
 Ada beberapa orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak peduli
terhadap anak. Mereka tidak mengerti mengapa anaknya bersifat temperamen dan
suka marah-marah saat berada di rumah? Apa penyebabnya? Sifat temperamen pada
anak bisa saja muncul dikarenakan anak mengalami despresi takut. Mungkin saja dia
sering dibully oleh teman-temannya saat di sekolah. Oleh karena itu, ia pun cenderung
melampiaskan emosinya ketika di rumah. Nah, untuk mengatasi hal ini sebaiknya
bunda menyisihkan waktu untuk berbicara dengan anak. Cobalah bertanya tentang
kehidupan sekolahnya.
d.Depresi
 Dengan komponen psikologik, misalnya: rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal,
kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis; dan komponen
somatic, misalnya: anorexia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan
nadi menurun sedikit. Bila gangguan tidur, anorexia atau berkurangnya semangat
bekerja/bergaul dan nafsu sexsual timbul bersamaan, maka ingatlah akan adanya
depresi. Ada jenis depresi dengan penarikan diri dan ada pula dengan kegelisahan atau
agitasi.
e. Tantrum
 Menurut Hurlock (2002), tantrum adalah ledakan emosi yang ditunjukkan melalui
perilaku agresif seperti menangis keras, menjerit, dan marah. Biasanya terjadi karena
frustasi terhadap kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan anak.
 Penyebab Tantrum dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. .Ketidakmampuan anak mengungkapkan keinginannya secara verbal.
2. Perubahan rutinitas atau kondisi yang tidak nyaman.
3. Keinginan untuk mendapatkan perhatian.
4. Rasa lapar, lelah, atau bosan.
 Tahapan Usia Rentan Terjadinya Tantrum paling sering terjadi pada usia 1–4 tahun
karena pada masa ini kemampuan komunikasi anak masih berkembang.
B. Gangguan Spektrum Autisme
 Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan
hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo
Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu
dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autisme masa
kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tata laksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini
mungkin, sebaiknya jangan melebihi usia 5 tahun karena di atas usia ini perkembangan
otak anak akan sangat melambat. Usia paling ideal. adalah 2-3 tahun, karena pada usia
ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat.
Merujuk dari buku Rahmani Nur Indah (2012) istilah autisme, menurut Kerner penemu
sindrom ini (dalam Hembing, 2003) diambil dari istilah Schizoprenia yaitu blueler yang
mengidentifikasikan gejala berupa kehidupan dalam dunia sendiri tanpa menghiraukan dunia
luar. Secara umum pada penyandang autima terdapat problem neurologis yang
mempengaruhi pikiran,persepsi dan perhatiannya yang lalu merambat melalui perilaku.
Dalam tahap berikutnya, simtom yang ada akan menghambat dan mengganggu signal
pancaindra, sampai membatasi perkembangan anak dalam berkomunikasi,berinteraksi, serta
berimajinasi. Kemampuan anak yang terkena sindrom ini terhadap lingkungan dan
sosioempirik pun melemah atau bahkan nyaris tidak ada sama sekali. Diistilahkan spektrum
autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD)karena terdapat variasi yang sangat beragam
antar penyandangnya. Masing-masing memiliki kemampuan, simtom dan kesulitan yang unik
baik dalam hal keterampilan sosial, berkomunikasi dan berperilaku (Smith dkk, 2002).
 Ada dua kategori perilaku autisme yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan perilaku defisit
(berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksesif yaitu hiperaktif dan tantrum (mengamuk)
berupa jeritan, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, dsb. Di sini juga sering terjadi
anak menyakiti diri sendiri (self-abuse).Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara,
perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk
meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak
tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun (Handoyo, 2003).
1. Tanda Gangguan dan Gejala Spektrum Autisme
 Dalam upaya mengetahui tanda-tanda awal gangguan dan gejala spektrum autisme
dapat menggunakan acuan berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder) 1994 dari grup psikiatri Amerika dan ICD-10 International
Classification of Diseases) yang menetapkan kriteria yang sama dalam mendeteksi
gangguan autisme pada anak berdasarkan gejala yang tampak, diantaranya (Hadis,
2006) dalam penelitian terdahulu (Siti Rahajeng, 2008) dan data ceklist panduan
observasi kemampuan fisik motorik (SLB River Kids Malang).
a. Cara Mendiagnosis Autisme Secara Dini
 Diagnosis gangguan spektrum autisme sering dilakukan dengan dua
tahap. Tahap pertama meliputi screening perkembangan umum selama
pemeriksaan anak normal dengan dokter anak atau dokter anak usia dini.
Anak-anak yang menunjukkan beberapa masalah perkembangan dirujuk
untuk evaluasi tambahan. 
2. Down Sindrom
Down sindrom (Trisomi 21) adalah kelainan kromosom yang terjadi ketika
seseorang memiliki salinan tambahan dari kromosom ke-21. Kondisi ini
mengakibatkan gangguan perkembangan yang bervariasi, mulai dari ringan hingga
berat.
a. Penyebab Down Sindrom
 Sindrom ini terjadi secara alami saat pembelahan sel, bukan karena kesalahan
orang tua. Faktor risiko meningkat dengan usia ibu saat hamil, terutama di
atas 35 tahun.
b. Ciri-Ciri Anak dengan Down Sindrom
 Wajah datar dengan mata miring ke atas Leher pendek Tonus otot rendah
(hypotonia) Perkembangan fisik dan kognitif lambat Sering disertai masalah
kesehatan seperti gangguan jantung Tahap kedua melibatkan evaluasi
menyeluruh oleh tim dokter dan profesional kesehatan lainnya dengan berbagai
spesialisasi. Pada tahap ini, anak dapat didiagnosis memiliki autisme atau
gangguan perkembangan lain. Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme
biasanya dapat didiagnosis pada usia 2 tahun, meskipun penelitian
menunjukkan bahwa beberapa tes screening dapat membantu pada 18 bulan
atau bahkan lebih muda.
a. Penanganan dan Terapi
 Meskipun tidak dapat disembuhkan, Down sindrom dapat ditangani melalui:
1. Terapi wicara
2. Terapi fisik dan okupasi
3. Pendidikan inklusif atau pendidikan khusus
a. Pemeriksaan kesehatan rutin
 Dukungan keluarga dan sosial sangat penting agar anak merasa diterima dan
berkembang secara optimal.
Pengertian Sindrom Asperger
Sindrom Asperger adalah gangguan perkembangan neurologis yang termasuk
dalam Autism Spectrum Disorder (ASD). Individu dengan sindrom ini
biasanya memiliki kecerdasan rata-rata hingga di atas rata-rata, tetapi
mengalami kesulitan dalam komunikasi sosial, empati, dan sering memiliki
minat khusus yang sangat kuat.
b.Penyebab Sindrom Asperger
 Penyebab pasti belum diketahui, tetapi beberapa faktor yang diduga
berperan adalah:
1. Faktor genetik atau hereditas
2. Kelainan pada struktur atau fungsi otak
3. Komplikasi selama kehamilan atau persalinan
c. Ciri-Ciri Anak dengan Sindrom Asperger
1. Sulit memahami isyarat sosial atau ekspresi wajah
2. Sering berbicara panjang lebar tentang topik favorit
3. Kesulitan menjalin atau mempertahankan pertemanan
4. Pola bicara yang formal atau monoton
5. Sangat terikat pada rutinitas
6. Tidak memiliki keterlambatan bahasa yang nyata
d. Strategi Penanganan dan Dukungan
 Terapi sosial untuk melatih keterampilan komunikasi Terapi perilaku
kognitif (CBT) untuk membantu mengelola emosi dan kecemasan
Pendidikan individualisasi yang menyesuaikan gaya belajar
merekaKeterlibatan keluarga dalam mendampingi dan memahami
kebutuhan anakKonseling untuk membangun kepercayaan diri dan empati
sosial
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Gangguan emosi dan perilaku seperti tantrum merupakan hal yang umum terjadi
pada anak usia dini, namun perlu mendapat perhatian serius jika frekuensinya tinggi
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Tantrum sering kali muncul sebagai bentuk
ekspresi frustrasi anak yang belum mampu mengungkapkan emosinya secara verbal.
Faktor penyebabnya meliputi perkembangan emosional yang belum matang,
lingkungan keluarga, pola asuh, serta kondisi psikologis anak.Penanganan tantrum
membutuhkan pemahaman yang tepat dari orang tua dan pendidik, termasuk
pendekatan yang sabar, konsisten, dan empatik. Intervensi dini dan kerja sama antara
orang tua, guru, dan profesional kesehatan jiwa anak sangat penting untuk mencegah
berkembangnya masalah perilaku yang lebih serius di kemudian hari.
 Gangguan emosi dan perilaku pada anak, seperti perilaku agresif, depresi, dan
tantrum, merupakan masalah yang dapat menghambat perkembangan sosial, emosional,
dan akademik anak jika tidak ditangani dengan tepat. Perilaku agresif muncul sebagai
bentuk ketidakmampuan anak mengelola kemarahan, sedangkan depresi pada anak
sering tidak tampak jelas namun ditandai dengan perubahan suasana hati, kehilangan
minat, dan penarikan diri.
 Tantrum, meskipun umum pada anak usia dini, dapat menjadi gejala gangguan
emosi jika terjadi terlalu sering atau berlebihan Faktor penyebab gangguan-gangguan
ini dapat berasal dari lingkungan keluarga, pola asuh yang tidak konsisten, tekanan
sosial, hingga faktor biologis dan psikologis. Oleh karena itu, penting bagi orang tua,
guru, dan tenaga profesional untuk bekerja sama dalam mengenali tanda-tanda awal,
memberikan dukungan emosional, dan melakukan intervensi dini. Penanganan yang
tepat dan konsisten akan membantu anak mengembangkan kemampuan regulasi emosi
dan perilaku yang sehat demi tumbuh kembang yang optimal.
 Gangguan Spektrum Autisme (GSA), termasuk Autistic Syndrome dan Sindrom
Asperger, merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang memengaruhi
kemampuan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku anak. Meskipun kedua kondisi
berada dalam satu spektrum, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda: Autistic
Syndrome umumnya menunjukkan gejala yang lebih berat, sementara Sindrom
Asperger ditandai dengan kemampuan intelektual normal namun kesulitan dalam aspek
sosial dan komunikasi nonverbal.
 Penyebab pasti GSA belum diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan
kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Penanganan yang efektif meliputi terapi
perilaku, terapi wicara, intervensi pendidikan khusus, serta dukungan keluarga yang
konsisten. Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk membantu anak mencapai
potensi maksimalnya dan meningkatkan kualitas hidup mereka.Dengan pemahaman
yang lebih baik dan pendekatan yang tepat, anak dengan gangguan spektrum autisme
dapat berkembang dan berfungsi secara lebih optimal dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
 Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai topik
yang dibahas.kami mengharapkan kritik dan saran pembaca agar kami dapat membuat
makalah yang lebih bagus untuk ke depannya dan diharapkan ada penelitian lebih lanjut
agar pembahasan menjadi lebih mendalam dan menyeluruh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Gelar Pekan Kreativitas di Rumah Asuhan Izzati Janah, Kenalkan Alat Permainan Edukatif untuk Anak Usia Dini